Tuesday, May 6, 2014

#239

Bismillahirrahmanirrahim.

Ya Allah, ikhlaskanlah hatiku, pimpinlah aku ke arah keredhaan-Mu.

Study of human. What do we call that? Humanology? Eheh. Macam pelik kita ambil degree, master sampai ke tahap professor nun tentang pelbagai perkara, tapi tentang diri sendiri pun kita masih belum betul-betul kenal.

Setelah lebih tiga bulan blog ni menyepi, hari ni saya terpanggil untuk berkongsi sesuatu tentang diri sendiri. Ini mungkin bukan fakta, dan mungkin tak melibatkan siapa-siapa, tapi ini pengamatan lemah saya ke atas segelintir golongan manusia.

Manusia; which is kita, dilahirkan dengan mempunyai perasaan untuk menyayangi diri sendiri lebih dari orang lain. Hence, it's in our nature untuk melebihkan diri sendiri dan lebih memberi perhatian ke atas diri sendiri.

Contoh: cuba ambil gambar beramai-ramai. Kemudian, ramai-ramai tu pun akan berebut-rebut nak tengok gambar yang diambil. Apa yang ditengok pada gambar tu? Diri masing-masing. Ready ke tak ke..mata pejam ke tak ke..tudung senget ke tak ke..cantik ke tak cantik ke.. Ada ke orang yang tengok gambar orang lain dulu sebelum tengok gambar diri sendiri? Mungkinlah ada. ^^

Kita juga lebih suka bercerita tentang diri sendiri berbanding mendengar cerita orang lain. Kita senang menghargai mereka yang sudi meluangkan masa mendengar cerita kita, kerana menjadi pendengar yang baik itu bukan satu bakat yang kita dilahirkan dengannya, malah satu kesedaran yang terhasil apabila kita melebihkan orang lain daripada diri sendiri. Dan bukan semua yang mendengar itu benar-benar mendengar kerana mereka mengambil berat. Ada yang sekadar ingin tahu, dan ada yang dalam hatinya, membandingkan kisah kehidupannya dengan kisah yang didengarinya. (Eh, ini research okay. People may likely gain our trust and may favor us if we listen to their stories.) 

Akhirnya, walau bagaimana sekalipun tingkah laku kita, niat yang bakal menentukan segala-galanya. Janganlah kita menghakimi manusia, kerana keikhlasannya tidak mampu kita ukuri. Cuba sedaya upaya untuk berlapang dada. 

Sakit, bila rasa asyik kita sahaja yang mendengar, tiada yang mahu menyahut panggilan kita. Sakit, bila rasa asyik kita sahaja yang mengalah, tiada yang mahu mengambil berat perihal kita. Sakit, bila rasa asyik kita sahaja yang cuba membantu, tiada yang mahu mempedulikan kesusahan kita. 

Sakit itu, kerana kita meletakkan diri kita sendiri sebagai paksi kehidupan kita. Sedangkan paksi kehidupan kita bukanlah kita. Dunia tidak berputar mengelilingi kita, malah dunia langsung tidak memerlukan kita untuk berfungsi seperti biasa. Maka, betapa angkuhnya kita bila kita rasa perhatian itu berhak menjadi milik kita! Betapa angkuhnya kita bila kita rasa situasi kita lebih penting daripada situasi lain-lain manusia! Betapa angkuhnya kita bila sepanjang masa hanya tentang diri kita sahaja yang bermain di kepala!

Dunia bukan hanya ada kita. Dunia juga ada manusia yang memerlukan kita. Dunia bukan hanya tentang kita. Dunia juga ada manusia yang lebih perlu kita berikan perhatian padanya. Apa sangatlah masalah kita bila dibandingkan dengan umat manusia yang di tengah-tengah medan perang dan kelaparan sana? Oh, saya tahu ujian itu Allah beri mengikut kadar kemampuan kita dan tidak layak untuk kita membanding-bandingkan antara satu ujian dengan ujian yang lain.

Namun, saya rasa saya perlu juga melakukan perbandingan itu saat ini. Supaya saya sedar, pada nikmat Allah yang tidak pernah putus ke atas saya. Supaya saya sedar saya masih beruntung jika diukur dengan neraca dunia. Walhal kalau diukur dengan neraca takwa Allah swt, entah di mana agaknya kedudukan saya. Belajarlah menghitung nikmat, bukan musibah. Dengan cara itu, kita akan lebih belajar menjadi manusia yang bersyukur. Dengan cara itu, kita akan lebih menghargai kehidupan kita dan kehidupan manusia yang lain. InsyaAllah.


"Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau redhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang soleh." -doa Nabi Sulaiman, 27:19.

Thursday, May 1, 2014

#238

Bismillahirrahmanirrahim.

Almost four months without a single post. I actually have two drafts waiting to be posted but I just couldn't bring myself to finish either. I have some very serious procrastination problems.

It's this time of the year. Psychiatry rotation. The doctor said that in Poland, (and maybe other four-seasons country as well), depressed patients have more recurrent frequency in spring. Little that I know, of all the clinical rotations I've had, this is the one rotation I am getting myself all hypochondriac on. >.<

I have two conclusions to share. You may agree on it, or you may not. Suit yourself.

1. All the hypo- and the hyper- are pathologic. Er, this isn't really a conclusion, it's more of something that I came to realize upon today.

2. Psychiatric disorders are called as such because they impair the normal daily activities and clear judgements of a person. If they don't affect a person's normal life, the person can be crazy but will still be called normal; which is why I personally think that: everyone, within themselves have actually psychiatric disorders that are hidden behind the so-called norms of the world.

I did a depression evaluation test last night and my result was moderate depression. =.= 

Don't worry, I do not believe that I have moderate depression though being a hypochondriac medical student, I do think that I have some symptoms of minor depression.

1. I am blaming everything and everyone for my sadness and my emotional roller coaster ride.
2. I feel like no one really cares about me, that no one really has the sincerity of listening to me because they actually cared.
3. Okay, this one is a symptom of mania; so maybe I have bipolar instead? I tend to shop excessively sometimes, on food. 
4. My daily activities sometimes are disrupted due to my procrastination problems and my attitude of escaping from responsibilities.
5. I have hypersomnolence. When I said hyper, it is because it IS hyper.
6. I don't think this is a symptom of depression but it worries me: I kept thinking about rebelling. 

Well, after a while, I decided not to diagnose myself with depression, but a more serious syndrome. It is called futur.

A syndrome where our iman had a breakdown and decreases, and since iman isn't something we can measure, it is manifested by our amal. Somehow, it is not the amal that actually convinced me that I have this syndrome, instead it is my feeling. What I feel when I pray. What I feel when I read the Quran. What I feel during usrah. God, how long has it been since I cried repenting? How long has it been since I smiled at the sweetness of Allah talking to me? How long has it been since I actually believed Allah is with me? Astaghfirullahaladzim.

Surah Muzammil. One surah, with a persuading tone, asking those who are working in the cause of Allah, to never forget to take care of their relationship with the God. It is a surah with a deep meaning, engraved so deep in my heart because somehow I think it is a surah for someone like me. It is meant for someone like me. It is for me. 

Shiela, futur is way more dangerous than depression, no? How will you treat yourself?Diagnosing it is just the first step, treating it will possibly need you to do some sacrifice. 
But isn't it worth it? For Him? For His blessing? For His heaven? 

Life's but a walking shadow. It's temporary. It has no permanent meaning. Leave it. For a better life.

Yet, another symptom of depression. I want to die. But not as someone who commits suicide, but insyaAllah, ya Allah, grant me syahid.